Follow Us!

Program Restocking Hiu Terancam Punah Pertama di Dunia, Diluncurkan di Indonesi

 

 

Kolaborasi berskala global untuk memulihkan populasi hiu belimbing yang dahulu berlimpah di Raja Ampat, Indonesia.

Sorong,  30 November 2022 – Pada hari ini Proyek StAR (Stegostoma tigrinum Augmentation and Recovery) diluncurkan di Raja Ampat, Papua Barat. Proyek ini merupakan proyek repopulasi yang bertujuan untuk memulihkan populasi hiu belimbing yang sehat dan tangguh di dalam wilayah historis jelajahnya. Raja Ampat sendiri dinilai telah memiliki jejaring kawasan konservasi perairan yang telah mapan, karena itulah dipilih sebagai lokasi implementasi pertama dari Proyek StAR.

“Proyek StAR ini diharapkan akan memberikan efek domino. Dari aspek ekologi, proyek stAR diharapkan akan meningkatkan populasi hiu belimbing di perairan Papua Barat khususnya Raja Ampat yang nantinya akan menarik lebih banyak kunjugan wisatawan untuk melihat . Tentunya ini akan memberikan dampak pada peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah yang terlibat dalam sektor pariwisata.” Kata Penjabat Walikota Sorong, George Yarangga, A.Pi.,MM., yang mewakili Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen Pol (Purn.) Drs. Paulus Waterpauw, M.Si.

Fasilitas Hatchery/Nursery di RARC © MV Erdmann

Hadir pada peluncuran Ir. Pingkan Katharina Roeroe, M.Si, Koordinator Kelompok Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan, Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pingkan menyatakan,”Pemerintah Indonesia sangat memperhatikan keberadaan spesies hiu, termasuk hiu belimbing dan akan melanjutkan dengan penguatan dari sisi kebijakan.”

Dr. Mark Erdmann, Wakil Presiden Conservation International Asia-Pasifik dari Program Kelautan menambahkan: “StAR adalah program pelepasliaran hiu terancam punah pertama di dunia dan ini juga pertama kali hiu yang lahir dan dibesarkan di aquaria dikembalikan antar-negara untuk pemulihan populasi di habitat aslinya. Kami senang bisa mendukung mitra-mitra di Indonesia dalam kolaborasi internasional yang penting ini, mengantar kembali hiu belimbing ke tempat asalnya, dan memulihkan populasi yang sehat untuk generasi mendatang.”

Acara ini dihadiri oleh pejabat pemerintah dan mitra-mitra dari Proyek StAR, termasuk pengelola kawasan konservasi perairan, organisasi konservasi, dan kalangan akademik. Masyarakat lokal pun menyambut gembira, dengan harapan bahwa program ini akan mendatangkan manfaat ekonomi dari pariwisata bahari dari hiu yang karismatik ini.

“Kepemimpinan di tingkat lokal dan kolaborasi internasional adalah kuncinya. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, koalisi global telah berkembang menjadi lebih dari 70 mitra di 13 negara,” kata Dr. Erin Meyer, Chair of the StAR Project Steering Committee, pada acara peluncuran. “Bersama melalui Proyek StAR kami mengarungi lautan, dan kami baru saja memulai — kami akan memperluas ke spesies lain, wilayah lain karena ada hampir 400 spesies hiu dan pari yang terancam punah.”

Mengingat secara historis hiu belimbing pernah melimpah dengan kemampuan bertahan hidup yang baik, Proyek StAR memperkirakan akan melepas 200-300 individu hiu belimbing untuk memulihkan populasi di Raja Ampat sampai populasinya mampu berkembang secara mandiri dalam jangka waktu 6-10 tahun. Raja Ampat dipilih karena kesuksesan konservasi yang diakui secara global[1] sebagai suaka bagi pari manta dan hiu pertama di Asia Tenggara, yang didukung dengan jejaring yang terdiri dari sembilan kawasan konservasi perairan yang terkelola dengan baik.

“Kathlyn” @ 10 minggu. Salah satu dari tiga hiu pertama menetas di Raja Ampat. Gambar diambil di tempat penetasan RARCC. © MV Erdmann

 

“Charlie” @ 9 minggu. Salah satu dari tiga hiu pertama menetas di Raja Ampat. Gambar diambil di tempat penetasan RARCC.  © MV Erdmann

 

“Audrey” @ 10 minggu. Salah satu dari tiga hiu pertama menetas di Raja Ampat. Gambar diambil di tempat penetasan RARCC. © MV Erdmann

Dr. Fahmi, Peneliti dari Pusat Riset Oseanografi BRIN, menjelaskan, ”Tim Proyek StAR sangat berhati-hati dalam memilih telur hiu hasil penangkaran dari akuarium-akuarium mitra kami, yang secara genetik tepat, agar tetap mematuhi pedoman IUCN secara ketat untuk konservasi translokasi. Telur-telur tersebut kemudian dikirim ke fasilitas perawatan yang dibuat khusus di Raja Ampat, di mana juvenil-juvenil bisa dibesarkan. Saat anak-anak hiu sudah dianggap siap, mereka akan dilepasliarkan ke dalam dua zona larang-tangkap yang diawasi secara ketat, yang kemudian akan dipantau terus pertumbuhan dan pergerakannya.”

Hal ini ditegaskan oleh Dr. Ing. Wiwiek Joelijani, MT dari Bidang Riset dan Inovasi Daerah, Badan Riset dan Inovasi Nasional yang hadir pada peluncuran, “BRIN sangat mendukung pengembangan science based policy. Apa yang sedang dikembangkan melalui proyek StAR ini merupakan perwujudan dari konsep tersebut. Dari hasil penelitian untuk tujuan konservasi, diharapkan mampu menjaga biodiversity dan selanjutnya bisa mendukung pengembangan pariwisata yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah model kebijakan pembangunan berbasis science.

Sementara itu, Meizani Irmadhiany, Ketua Dewan Pengurus Konservasi Indonesia, menyatakan, “Pemulihan satu spesies yang sudah dinyatakan terancam punah oleh IUCN memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, tidak hanya di tingkat lokal, tetapi nasional dan juga internasional. Inilah yang dilakukan oleh Proyek StAR. Hiu Belimbing ini kalau dijual dalam keadaan mati, memang bisa seharga sekitar 2 juta Rupiah. Namun kalau hiu tersebut dipertahankan hidupnya, yang bisa mencapai umur 30 tahun, lalu dimanfaatkan untuk ekowisata, nilainya tentu bisa jauh melebihi angka 2 juta rupiah.”

Acara peluncuran dilanjutkan kunjungan lapangan ke Raja Ampat Research and Conservation Center (RARCC) di Pulau Kri, dimana fasilitas perawatan hiu belimbing pertama telah dibangun oleh masyarakat lokal. Peserta yang hadir juga berkesempatan untuk melihat secara langsung tiga anakan hiu belimbing yang telah menetas di RARCC pada pertengahan September lalu, dan rencananya akan dilepasliarkan pada awal tahun 2023.

“Proyek StAR sudah membuat pencapaian luar biasa, melalui keberhasilan pengiriman telur hiu belimbing ke Raja Ampat,” kata Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut, M.Si, FLS Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Papua Barat.

“Sekarang, akuaris lokal untuk hiu belimbing dari Proyek StAR sedang melaksanakan proses yang inovatif dengan merawat anak-anak hiu ini agar mereka sehat dan siap untuk dilepasliarkan ke perairan Raja Ampat yang sehat. Ini barulah awal; momen puncaknya nanti adalah saat kita melepasliarkan individu-individu hiu ini kembali ke rumah aslinya, dan seiring waktu melihat spesies yang karismatik dan cantik ini bisa bertahan hidup secara mandiri, dan populasinya pulih di Indonesia,” ujarnya Prof. Heatubun.

Kiriman kedua telur di tangan “pengasuh hiu” tiba di Sorong dalam perjalanan ke tempat penetasan di Misool Eco Resort © MV Erdmann

Lebih lanjut, Kepala BRIDA Provinsi Papua Barat menyatakan bahwa kenapa proyek ini harus dilakukan di Raja Ampat? Karena berdasarkan hasil riset bahwa dulu penyebaran Hiu Belimbing ini sangat luas termasuk di perairan Raja Ampat, namun dalam beberapa tahun terakhir melalui monitoring dan evaluasi, Hiu Belimbing ini sudah sangat jarang untuk ditemui lagi. Ini bertolak belakang dengan status perairan Raja Ampat saat ini yang menyandang predikat sebagai kawasan konservasi perairan laut yang pengelolaannya termasuk kategori sangat baik bahkan terbaik di dunia. Oleh karena itu ini menjadi tanggung jawab bersama, terlebih kami sebagai organisasi pemerintah yang bergerak di bidang riset dan inovasi sehingga menjadi tugas kami untuk mendorong agar proyek ini terlaksana dengan baik.

“Proyek ini juga menunjukkan komitmen dari Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan”, yang menjadi cita-cita kita bersama dalam menciptakan dunia yang layak untuk dihuni. Lebih lanjut, Prof. Heatubun mengatakan bahwa untuk menyelamatkan satu bagian daripada spesies kharismatik yang juga menjadi icon pada kawasan perairan Raja Ampat ini adalah hal yang sangat penting karena dengan adanya proyek ini tidak hanya pada sisi konservasi maupun saintifik saja tetapi akan membawa dampak ekonomi yang kuat bagi masyarakat setempat karena hal ini pastinya sangat berkaitan erat dengan dunia pariwisata, terkhususnya pariwisata berkelanjutan.

“Kami dari pemerintah daerah tentunya yang akan memimpin proyek ini bersama dengan mitra-mitra yang ada seperti Konservasi Indonesia dan Konsorsium Reshark, yang merupakan gabungan dari Universitas maupun lembaga penelitian yang fokus terhadap pelestarian hiu di seluruh dunia”, tutup Prof. Heatubun.

[1] Raja Ampat wins Blue Park Award at 2022 United Nations Ocean Conference


Tentang BRIDA Papua Barat

Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Papua Barat (sebelumnya merupakan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat) adalah Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Papua Barat yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah.  BRIDA Provinsi Papua Barat merupakan Badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Penelitian dan Pengembangan meliputi penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan, serta inovasi yang terintegrasi di Provinsi Papua Barat.

*Disadur langsung dari press release yang dikeluarkan oleh Badan Riset dan Inovasi Daerah, Provinsi Papua Barat

facebook sharing button
Laporan Studi Baru: Populasi Manta Ray Berkembang di Perairan Indonesia

 

About the Author