Riset Buktikan Populasi Pari Manta Karang Terus Tumbuh di Raja Ampat, Buah dari Kebijakan dan Upaya Konservasi, Oleh Edy Setyawan*
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat, adalah habitat bagi kebanyakan pari manta karang di Indonesia, Mobula alfredi. Satwa laut ini bukanlah mamalia, melainkan ikan bertulang rawan yang masih berkerabat dengan hiu.
Populasi pari manta karang rentan terganggu. Pasalnya, mereka bertumbuh dewasa sangat lambat dan memiliki tingkat kesuburan yang sangat rendah. Pejantannya baru menjadi dewasa secara seksual pada umur 9-13 tahun, sedangkan betina butuh waktu lebih lama lagi – sekitar 13-17 tahun. Pari manta karang betina juga hanya melahirkan satu individu saban 2-6 tahun, dengan masa kehamilan mencapai setahun.
Di kawasan Indo-Pasifik seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Filipina, dan Papua Nugini, populasi pari manta karang menyusut karena penangkapan berlebihan. Tren yang sama juga terjadi di Mozambik di Afrika Timur.
Kendati begitu, tren ini agak lain di Raja Ampat. Beberapa masyarakat lokal melaporkan bahwa dulu pari manta karang seringkali tertangkap secara tidak sengaja oleh nelayan dari luar daerah yang tengah berburu hiu. Pada dekade 1990-an dan awal 2000-an, perburuan hiu sangat marak di daerah ini. Para pemburu menggunakan jaring insang besar (gillnet) dan rawai (longline). Ini belum termasuk praktik perikanan ilegal dan merusak oleh pelaku dari luar Raja Ampat.
Guna melindungi keanekaragaman hayati sekaligus menjaga akses pangan laut bagi masyarakat lokal, sejak 2007, pemerintah Raja Ampat membangun jejaring Kawasan Konservasi Perairan. Sejak saat itulah, pari manta karang cukup terlindungi. Meski begitu, dampak upaya konservasi ini pada populasi pari manta belum sempat diukur secara sahih.
Nah, penelitian terbaru kami yang terbit di jurnal Frontiers in Marine Science, berhasil membuktikan buah manis dari upaya konservasi tersebut. Studi kami berhasil menunjukkan bahwa populasi pari manta karang di Raja Ampat terus tumbuh selama satu dekade.
Penelitian kami merupakan studi pertama di dunia yang menemukan peningkatan populasi pari manta karang. Studi ini sekaligus memicu harapan kita atas pendekatan komprehensif untuk melestarikan populasi pari maupun hiu.
Mengukur pertumbuhan populasi pari manta
Tim kami mengumpulkan dan mengkurasi ribuan foto dan data pengamatan pari manta dari 2009 hingga 2019. Kami juga disokong oleh aktivitas sains warga dan kolaborator, yakni dari para penyelam serta operator selam yang mengirimkan koleksi foto pari manta mereka.
Kami menggunakan data pengamatan untuk melihat tren demografi pari manta karang di dua Kawasan Konservasi Perairan: Selat Dampier dan Misool Timur Selatan. Di dua area ini, data pengamatan terkumpul secara konsisten selama satu dekade.
Di Selat Dampier, kami memprediksi adanya peningkatan populasi selama satu dekade dari 226 ke 317 individu, dengan angka pertumbuhan gabungan sebesar 3,9% per tahun. Sementara, di Misool Timur Selatan, peningkatan populasinya lebih tinggi, sekitar 10,7% per tahun dari 210 ke 511 individu.
Selain populasi yang bertambah, tingkat kelangsungan hidup pari manta karang di dua area ini juga lumayan moncer. Setiap tahun, hingga 93% dari populasi dapat bertahan hidup. Ada pula lonjakan individu baru – dari bayi-bayi ataupun manta dewasa – sebesar 20% setiap tahun. Inilah yang menjadi pendorong pertumbuhan populasi di dua kawasan konservasi tersebut.
Faktor pendorong
Pertumbuhan populasi pari manta karang menandakan bahwa di Raja Ampat, spesies ini amat terlindungi. Hampir semua tempat mereka mencari makan dan membersihkan diri – yang kami berhasil identifikasi – berada di dalam jejaring kawasan konservasi seluas 2 juta hektare. Dua aktivitas ini amat penting bagi kesehatan dan kelangsungan hidup mereka.
Kami juga menemukan bahwa fenomena El Niño – siklus perubahan iklim global – menjadi berkah tersendiri bagi pari manta. Fenomena naiknya air laut yang dingin dan kaya nutrisi dari dasar laut ke permukaan lebih kerap terjadi. Akhirnya pari manta tak perlu susah-susah mencari makanan, sehingga mereka bisa menyimpan energi untuk kawin dan berkembang biak.
Kami juga mencatat banyaknya pari manta yang bunting selama dan tak lama setelah fenomena El Niño. Dalam periode ini pula, banyak pula bayi pari manta karang yang tinggal di “area pembesaran” seperti di Laguna Wayag ataupun Kepulauan Fam di Raja Ampat. Mereka tinggal di sana selama beberapa tahun – sehingga tingkat kelangsungan hidup mereka naik – sebelum akhirnya mereka bergabung dengan rombongan pari manta dewasa, seperti mereka yang banyak tinggal di Selat Dampier dan Misool.
Pelajaran yang dapat diambil
Penelitian kami menunjukkan bahwa upaya konservasi untuk melindungi spesies besar dan rutin bermigrasi seperti pari manta karang bukanlah hal yang tidak mungkin. Kesuksesan ini dibuktikan oleh pemerintah Raja Ampat melalui serangkaian aksi konservasi dan upaya pengelolaan ruang laut sejak 2007 yang berhasil meredam ancaman bagi populasi pari manta.
Pembentukan jejaring sembilan Kawasan Konservasi Perairan (yang berfungsi semacam pagar) ditambah patroli ketat oleh aparat dan masyarakat setempat juga berhasil memaksa para pemburu hiu untuk berpindah ke luar Raja Ampat atau berhenti berburu hiu dan berganti sumber mata pencaharian.
Di seluruh Raja Ampat, pemerintah juga melarang penggunaan jaring insang dan rawai sehingga insiden ‘kecelakaan’ pari manta karang yang tak sengaja tertangkap bisa diredam.
Penetapan kawasan konservasi hiu dan pari manta pada 2012 – pertama di Asia Tenggara juga meningkatkan perlindungan pada pari manta dan turut mengungkit citra baik Raja Ampat. Ini berimbas pada pengembangan pariwisata yang masif, sehingga ancaman dari aktivitas perikanan semakin mengecil.
Langkah selanjutnya?
Pengawasan daerah yang besar dan terpencil seperti di Raja Ampat membutuhkan upaya yang besar. Langkah ini tidak bisa dilakukan sendirian oleh pemerintah dan masyarakat Raja Ampat. Kita membutuhkan kolaborasi dari sains warga agar pemantauan populasi pari manta terus berjalan tanpa henti.
Penting juga untuk kita menjaga upaya konservasi yang telah dilakukan untuk meredam ancaman dan risiko. Harapannya, pari manta bisa bertahan hidup dan berkembang, tak hanya di Raja Ampat, tapi juga di daerah lainnya di Indonesia maupun negara lainnya.
Artikel ini baru-baru ini diterbitkan di The Conversation.
Klik di sini untuk membaca Artikel Aslinya.
*Edy Setyawan adalah peneliti pari manta di Bentang Laut Kepala Burung dan kandidat doktor di University of Auckland, New Zealand