Mitra-mitra Program Blue Abadi Fund Berbagi Pembelajaran Mengenai Upaya Konservasi di Papua Barat
Manokwari. Pada hari Selasa, 14 Desember 2021, perwakilan dari sembilan organisasi non-pemerintah yang berbasis di Papua Barat berkumpul di Manokwari untuk berbagi pengalaman mereka dalam melaksanakan upaya-upaya konservasi dan pelestarian lingkungan di pesisir dan laut Papua Barat. Kesembilan organisasi tersebut adalah mitra-mitra penerima hibah dari Program Blue Abadi Fund (BAF).
Lokakarya bertajuk “Sharing Pembelajaran Implementasi Program Blue Abadi Fund” ini diselenggarakan oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI), selaku administrator program, bersama-sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat.
Mewakili Program BAF, Ir. Gellwynn Daniel Hamzah Jusuf, M.Sc., menjabarkan, “Tujuan utama dari lokakarya ini adalah sebagai forum bagi pembelajaran dari implementasi Program BAF sejak tahun 2017. BAF merupakan sebuah model pendanaan berkelanjutan yang bertujuan untuk menyediakan arus pendanaan jangka panjang yang aman dan stabil guna mendukung kelestarian ekosistem dan spesies di Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) melalui kegiatan perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam hayati secara berkelanjutan oleh institusi lokal yang ada di Papua Barat.”
Dalam sambutannya secara daring, Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam dari Bappenas, Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc., memaparkan, “Terkait dengan pengelolaan laut dan pesisir, berdasarkan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, terdapat program-program prioritas nasional yaitu memperkuat ketahanan ekonomi dan pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan, dan program peningkatan kualitas pengelolaan kemaritiman, perikanan, dan kelautan – (target-target dari program nasional) Ini sangat sejalan dengan apa yang dilakukan Program BAF.”
Sementara Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ir. Andi Rusandi, M.Sc., yang menghadiri kegiatan secara daring, menyambut baik kegiatan ini, sembari menekankan, “Lokakarya ini dapat mendorong dan memperkuat pengelolaan keanekaragaman hayati di Indonesia pada umumnya, dan Provinsi Papua Barat pada khususnya, kemudian juga menyebarkan pembelajaran praktik terbaik dari pelaksanaan kegiatan.”
Menggenapi sambutan sekaligus secara resmi membuka kegiatan mewakili Gubernur, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Papua Barat, Jacobis Ayomi, M.Si., menegaskan, “Pemprov Papua Barat menaruh perhatian dan komitmen serius terhadap pentingnya pengelolaan modal alam secara lestari dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan komitmen tersebut, tentunya dibutuhkan kemitraan yang strategis dengan berbagai pemangku kepentingan baik di tingkat lokal, nasional, dan global.” Beliau juga menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan dari berbagai pihak yang mendukung program konservasi di wilayah BLKB Papua Barat, terkhusus USAID-Indonesia dan lembaga donor lainnya yang tergabung dalam Program BAF.
Sebagai informasi, lokakarya ini, selain merupakan sharing pembelajaran dari implementasi program BAF yang telah berjalan semenjak tahun 2017, sekaligus juga sebagai bentuk apresiasi kepada USAID-Indonesia sebagai salah satu pihak yang telah mendukung program pendanaan berkelanjutan dan upaya-upaya konservasi pesisir dan laut di wilayah BLKB di Papua Barat: termasuk melalui Program BAF.
Dalam sambutannya, Perwakilan dari USAID-Indonesia, Alexis Polovina, menjelaskan, “Blue Abadi Fund adalah contoh nyata dari kerjasama yang baik antara pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, dan lembaga pembangunan lainnya seperti USAID dan Walton Family Foundation, untuk melaksanakan program-program konservasi di Bentang Laut Kepala Burung (BLKB). Sangatlah penting untuk memastikan kelestarian kawasan BLKB melalui tata kelola dan pengelolaan sumber daya alam yang baik. Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID senang dapat mendukung Indonesia dalam melindungi keanekaragaman hayati laut di kawasan ini untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang.”
Selain sambutan dari para tokoh tersebut di atas, lokakarya pada hari itu dibuka dengan penampilan dari salah satu mitra BAF, yaitu Kelompok Ekowisata Wadowun Beberin. Dalam kesempatan kali ini, kelompok asal Kampung Aisandami, Kabupaten Teluk Wondama, ini membawakan satu babak dalam tarian penyambutan tamu yang berjudul “Penolakan.” Ketika diwawancarai usai perhelatan, ketua rombongan dari Wadowun Beberin, Malania Hegemur, menyatakan bahwa babak tersebut menceritakan suatu masa di Teluk Wondama sebelum datangnya ‘terang,’ yang merujuk kepada masa sebelum diperkenalkannya kitab suci Injil; ketika masyarakat di sana berperang satu sama lain.
Terkait Program BAF, Malania juga menambahkan, “Terima kasih kepada Program BAF yang telah mendampingi kami dari nol. Semoga bantuan dari Program BAF dapat terus menunjang perkembangan kelompok kami ke depannya agar kami bisa lebih baik lagi dan bertambah maju. Kami bercita-cita supaya Kampung Aisandami di Teluk Wondama bisa menjadi (destinasi wisata) seperti Bali, Raja Ampat – supaya bisa terus mendatangkan tamu ke tempat kami.”
Program BAF sendiri, yang pada awalnya dicetuskan oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung di dalam jejaring kemitraan yang bekerja di wilayah BLKB, merupakan salah satu upaya untuk memberikan solusi terkait pendanaan berkelanjutan melalui skema hibah untuk upaya-upaya konservasi dan pelestarian lingkungan pesisir dan laut, terkhusus bagi organisasi-organisasi lokal di Papua Barat.
Rampung sesi pembukaan, lokakarya dilanjutkan dengan sesi presentasi yang diawali oleh Meity Ursula Mongdong dari Conservation International (CI) Indonesia dalam kapasitasnya sebagai anggota Komite Penasihat Konservasi dan Sains dari Program BAF, lalu Rony Megawanto, Direktur Program dari Yayasan KEHATI, dan Haerul Arifin, S.Hut., M.Si., dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Papua Barat. Presentasi lalu dilanjutkan dengan paparan mengenai pengalaman kerja konservasi di Papua Barat dari mitra-mitra Program BAF.
Salah satu mitra Program BAF dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Papua (Unipa), Fitryanti Pakiding, S.TP, M.Sc, Ph.D., berkesempatan untuk menjabarkan pembelajaran dari pelaksanaan program-program konservasi utama dari organisasi yang diwakilinya. “Dukungan dari masyarakat sangat penting bagi konservasi di BLKB, karena masyarakat memiliki kekuatan untuk menentukan bagaimana pengelolaan sumber daya alam dilakukan. Selain itu, peningkatan kapasitas pelaku konservasi (di tingkat) lokal sangat penting untuk keberlanjutan program konservasi di wilayah BLKB Papua Barat.”
Ketika diwawancarai secara terpisah, Direktur Program dari Yayasan KEHATI, Rony Megawanto, menyatakan, “BAF bukan saja tentang model pendanaan berkelanjutan bagi pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di BLKB, tapi juga tentang model kolaborasi antar stakeholder. Di BAF, beragam stakeholder terlibat aktif mendukung upaya konservasi laut, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, lembaga donor, sektor swasta, dan LSM. Dan yang paling penting, organisasi lokal Papua telah menunjukkan kapasitasnya menginisiasi dan mengelola program konservasi laut.”
Secara keseluruhan, lokakarya ini diikuti oleh 73 partisipan yang menghadiri secara langsung, dan 46 partisipan secara daring. Selain LPPM Unipa dan Wadowun Beberin, kegiatan ini menghadirkan mitra-mitra Program BAF sebagai narasumber, yaitu Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kepulauan Raja Ampat, Yayasan Penyu Papua (YPP), Yayasan Nazaret Papua Barat (YNPB), Yayasan Misool Baseftin (YMB), Konsorsium Mitra Bahari (KMB) Papua Barat, dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Raja Ampat.