Follow Us!

Secercah Harapan bagi Masa Depan Pari Manta di Suaka Alam Terbesar di Dunia: Ditulis oleh Edy Setyawan

Siapa yang menyangka bahwa survei terumbu karang pada 2001 yang berhasil mengungkap Raja Ampat sebagai pusat keanekaragaman hayati laut tropis, menjadikan kepulauan di sebelah timur Indonesia ini menjadi prioritas konservasi laut dunia?

Siapa yang membayangkan bahwa pada 1990 dan awal 2000, pengeboman ikan dan perburuan hiu masih marak terjadi di kabupaten yang pada 2012 mempelopori perlindungan hiu dan pari manta di Asia Tenggara dan selanjutnya menginspirasi Indonesia menjadi suaka alam pari manta terbesar di dunia pada 2014?

Pari manta karang yang banyak ditemukan di perairan Raja Ampat (Foto: Edy Setyawan)

Sudah dua dekade sejak permata bawah laut Raja Ampat ditemukan, dan sejak saat itu rangkaian upaya konservasi, yang diinisiasi oleh masyarakat adat Raja Ampat bersama dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lokal telah berdampak pada tumbuhnya populasi pari manta di kawasan ini. Hal ini merupakan berita yang sangat menggembirakan karena baru-baru ini peneliti hiu dan pari dunia menyatakan bahwa populasi global hiu dan pari menurun secara drastis hingga 70% dalam 50 tahun terakhir karena penangkapan berlebih.

Di Bentang Laut Kepala Burung yang terletak di provinsi Papua Barat dan Papua, populasi pari manta karang (Mobula alfredi) melimpah dan memiliki laju reproduksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi pari manta karang lain di kawasan Indo-Pasifik. Selain itu, jumlah populasi pari manta karang ini juga meningkat secara signifikan selama satu dekade pemantauan oleh tim peneliti manta dengan kontribusi yang besar dari operator wisata dan sains khalayak.

Pari manta karang yang membentuk formasi rantai panjang saat beragregasi di daerah mencari makan di Selat Dampier, Raja Ampat (Foto: Edy Setyawan)

Dalam artikel ilmiah yang baru saja diterbitkan di jurnal Marine Policy, kami mendokumentasikan dua dekade upaya konservasi di Bentang Laut Kepala Burung, yang mencerminkan pendekatan yang dibuat secara menyeluruh dan alami dalam konservasi pari manta. Pendekatan ini sudah menunjukkan bukti keberhasilan dalam konservasi pari manta, meskipun pada saat yang sama mengalami sejumlah tantangan.

Artikel ilmiah ini berjudul “A holistic approach to manta ray conservation in the Papuan Bird’s Head Seascape: Resounding success, ongoing challenges dan diterjemahkan menjadi “Pendekatan menyeluruh dalam konservasi pari manta di Bentang Laut Kepala Burung Papua: sukses yang gemilang, tantangan yang terus berlangsung”.

Dalam artikel ini, kami menyampaikan wawasan mengenai pendekatan adaptif dan berkembang secara terus menerus yang digunakan dalam konservasi pari manta di Raja Ampat dan Bentang Laut Kepala Burung Papua.Kami berharap bahwa pendekatan ini bisa memberikan gambaran untuk upaya-upaya konservasi hiu dan pari di daerah-daerah lain di Indonesia dan negara-negara lain di kawasan Indo-Pasifik.

Jika Anda memiliki foto pari manta dari Raja Ampat, Anda dapat membantu upaya konservasi pari manta dengan membagikan foto-foto tersebut kepada tim peneliti kami, dan menjadi bagian dari kesuksesan konservasi manta di Raja Ampat dan Indonesia!

Ditulis oleh Edy Setyawan, Mahasiswa Doktoral di University of Auckland NZ dan Peneliti Manta di Bentang Laut Kepala Burung Papua.

Edy Setyawan dan para penulis dalam artikel ilmiah ini berterimakasih kepada Pemerintah Republik Indonesia (khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Balai Besar Kawasan Konservasi Sumber Daya (BBKSDA) Alam Papua II, BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, serta masyarakat, pemerintah provinsi Papua Barat, khususnya Kabupaten Raja Ampat, Fakfak, dan Kaimana. Kami juga berterimakasih kepada donor yang secara dermawan telah mendukung penuh konservasi pari manta di Bentang Laut Kepala Burung selama satu dekade terakhir: the David and Lucile Packard Foundation, the MacArthur Foundation, the Sunbridge Foundation, MAC3 Impact Philanthropies, the Wolcott Henry Foundation, Save Our Seas Foundation, Sea Sanctuaries Trust, Save the Blue Foundation, the Walton Family Foundation, Dawn Arnall, Seth Neimann, Marie-Elizabeth Mali, the Charles Engelhard Foundation, dan the Stellar Blue Fund. Akhirnya, penelitian ini bisa dilakukan dengan bantuan pendanaan kepada Edy Setyawan dari New Zealand ASEAN Scholarship (NZAS) dan WWF’s Russell E. Train Education for Nature.

About the Author