RAJA AMPAT PERKUAT KOLABORASI UNTUK TINGKATKAN PENGELOLAAN PARI MANTA Ditulis Oleh: Allan Fredrik Ramandey*
Waisai, Raja Ampat. Perairan Raja Ampat dikaruniai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, yang secara keseluruhan memiliki ekosistem pesisir dan laut yang masih utuh, dan merupakan habitat alami bagi beragam spesies fauna laut yang dilindungi; termasuk pari manta karang (Mobula alfredi) dan pari manta oseanik (Mobula birostris).
Pendekatan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Raja Ampat, yang diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Raja Ampat No. 9 Tahun 2012 Tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, dan Jenis-jenis Ikan Tertentu di Perairan Raja Ampat, dalam batasan tertentu, berhasil mengurangi aktivitas penangkapan pari manta di Raja Ampat secara signifikan.
Capaian pengelolaan di sektor perikanan tersebut di sisi lain meningkatkan pemanfaatan potensi kelautan di sektor lainnya yang tidak bersifat ekstraktif, yaitu dari sektor pariwisata. Perkembangan Raja Ampat sebagai salah satu destinasi wisata bahari semenjak medio tahun 2000-an di sisi lain juga menghadirkan beragam tantangan; hal tersebut mencakup pengelolaan aktivitas wisata pari manta.
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan upaya pengelolaan pari manta di Raja Ampat, Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat kembali bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat dan Kelompok Kerja (Pokja) Manta Raja Ampat menyelenggarakan workshop pengelolaan pari manta pada tanggal 06 Desember 2021, dan dilanjutkan dengan sosialisasi mengenai pengamatan populasi pari manta secara partisipatif.
Dalam pembukaannya, Syafri, S.Pi., selaku Kepala BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat menyatakan, “Kegiatan ini sangat penting bagi kami (sebagai) pengelola. Salah satu aspek di dalam kawasan konservasi kita adalah perlindungan terhadap habitat dan biota pari manta – yang dilindungi secara penuh di Indonesia,” seraya meneruskan, “Di sisi lain, pari manta juga menjadi target bagi wisatawan, pemanfaat kawasan, dan kegiatan ini bertujuan untuk merancang pemanfaatan pari manta berdasarkan daya dukungnya.”
Syafri juga berpesan, “Dengan adanya pengelolaan pari manta (di Raja Ampat), (kami) mengajak pemangku kepentingan yang terkait untuk berpartisipasi dalam upaya menjaga, melindungi, upaya-upaya pengawasan, bagaimana menaati aturan, dan bagaimana sosialisasi dapat dilakukan. Kalau kita semua satukan langkah, satukan pendapat, satukan tindakan, maka Raja Ampat akan menjadi kuat dan menjadi contoh pengelolaan pari manta di Indonesia.”
Workshop pengelolaan pari manta ini juga menyajikan presentasi dari Edy Setyawan, seorang ilmuwan yang telah beberapa tahun meneliti pari manta di Raja Ampat dan juga beberapa lokasi lainnya di Indonesia.
“Banyak sekali hal yang menarik dari studi populasi pari manta di Raja Ampat. Satu hal yang unik adalah banyak sekali bayi dan juvenil pari manta karang yang ditemukan paling tidak di empat daerah pembesaran, dimana tiga dari empat daerah ini berada di Selat Dampier dan (Suaka Alam Perairan Kepulauan) Waigeo (Sebelah) Barat.” Edy lantas memaparkan bahwa pari manta betina di Raja Ampat juga punya tingkat kesuburan yang relatif tinggi dibandingkan dengan populasi lain di kawasan Indo-Pasifik.
Edy juga menekankan “Paling tidak ada tiga hal yang paling mendesak yang perlu dilakukan pengelola (di Raja Ampat), yaitu: pengelolaan dan pemberlakuan aturan khusus untuk melindungi populasi bayi dan juvenil pari manta di daerah pembesaran dan lokasi agregasi yang berada di luar kawasan konservasi; pengelolaan lokasi agregasi penting yang juga populer, khususnya di daerah Selat Dampier, dan; memantau populasi pari manta di lokasi-lokasi agregasi secara rutin, baik melalui survei maupun pengembangan citizen science.”
Sebagai informasi, semenjak tahun 2017 lalu Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat, beserta konsorsium pemerhati pari manta di Raja Ampat yang tergabung dalam Pokja Manta Raja Ampat bekerja sama dalam membangun model pengelolaan wisata pari manta yang bertanggung jawab.
Salah satu pilot untuk model pengelolaan tersebut telah diwujudkan melalui pembangunan pos pengawasan di situs penyelaman Manta Sandy, lalu dibarengi dengan pembentukan Kader Manta yang terdiri atas perwakilan dari kampung-kampung di sekitar situs tersebut, yaitu Arborek, Sawinggrai, Kurkapa, dan Kapisawar. Pengelolaan dari Pos Manta Sandy secara formal berada di bawah BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat.
Kegiatan lokakarya ini dihadiri oleh 37 peserta yang merupakan perwakilan dari 22 organisasi pemerintah dan non-pemerintah, dan juga menyajikan materi-materi yang disampaikan oleh Satuan Kerja (Satker) Raja Ampat dari Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Loka Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, dan BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat sendiri.
Setelah dua sesi diskusi terarah, kegiatan hari itu ditutup dengan perumusan rencana tindak lanjut yang menyepakati beberapa hal, mulai dari perluasan lokasi kerja pos pengawasan Manta Sandy ke situs penyelaman Manta Ridge dengan tetap menggunakan sistem reservasi bagi wisatawan, sosialisasi lanjutan terkait hasil penelitian pari manta di Raja Ampat, hingga kepada rencana penerapan panduan umum dan teknis mengenai interaksi dalam aktivitas snorkeling dan menyelam.
Maulita Sari Hani, salah seorang peserta workshop yang bekerja sebagai Conservation Socio Economic Specialist untuk Conservation International (CI) Indonesia, urun berpendapat, “Saya harap pengelolaan (pari manta di Raja Ampat) dapat menjadi pionir untuk kawasan konservasi, khususnya spesies. Di Indonesia pengelolaan pariwisata berbasis kawasan dengan atraksi spesies adalah andalan, dan Raja Ampat menjadi salah satu – atau bahkan bisa dibilang destinasi terdepan untuk mengelola pariwisata berbasis konservasi spesies. Jadi harapannya (kegiatan) ini menjadi rujukan untuk lokasi-lokasi lain dalam mengelola spesies berbasis pendekatan kawasan.”
Keesokan harinya, Selasa, 07 Desember 2021, kegiatan kolaborasi ini dilanjutkan dengan sosialisasi bertajuk “Program Pemantauan Populasi Pari Manta Secara Partisipatif Melalui Citizen Science.” Secara garis besar, kegiatan ini memperkenalkan suatu metode partisipatif yang memungkinkan masyarakat umum untuk terlibat di dalam upaya pemantauan populasi pari manta di Raja Ampat melalui penggunaan aplikasi di ponsel pintar.
Salah satu peserta sosialisasi, Ruben Sauyai dari Wobbegong Dive Shop, menilai bahwa program citizen science ini adalah salah satu peluang bagi wisatawan dan industri wisata untuk berpartisipasi aktif, lalu melanjutkan, “Penghargaan (dari program citizen science) yang ada membuat wisatawan semakin antusias dalam mendukung program ini, dimana nama wisatawan bisa tercatat atau diabadikan melalui penamaan pari manta, (sementara) bagi industri wisata program ini dapat dijadikan sebuah paket wisata yang menarik.”
Ketika dihubungi usai kegiatan, Imanuel Mofu, Staf Monitoring dari BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat, menegaskan, “Program ini sangat penting, terutama untuk masyarakat lokal dan wisatawan. Data yang terkumpul dari hasil programcitizen science (akan) membuktikan bahwa populasi pari manta di Raja Ampat sangat penting untuk dijaga dan dikelola dengan baik oleh semua pemangku kepentingan.”
* Allan Fredrik Ramandey adalah Staf Data dan Informasi untuk BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat