Mengenai Tarif Masuk ke Raja Ampat, Ada DUA! Ditulis Oleh: Allan Fredrik Ramandey*
Para pembaca yang budiman, berdasarkan laporan-laporan Jaga Laut yang diterima menjelang akhir tahun 2020 hinga sekarang, khususnya ketika aktivitas pariwisata kembali diselenggarakan secara perlahan semenjak pandemi Covid-19, Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kepulauan Raja Ampat menyadari bahwa terjadi peningkatan pelanggaran terkait pemanfaat jasa lingkungan: khususnya terkait kepemilikan Tarif Layanan Pemeliharaan Jasa Lingkungan (TLPJL).
BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat juga menyadari bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut sebagian besar disebabkan oleh kebingungan diantara operator wisata dan/atau pengunjung terkait tarif-tarif masuk yang berbeda, yang ditarik oleh pihak yang berbeda pula. Pada akhirnya, kebingungan tersebut berujung kepada asumsi bahwa tarif masuk yang ditarik oleh BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat sudah tidak berlaku lagi. Asumsi tersebut adalah kesimpulan yang salah.
Sekarang, mari kita diskusikan latar belakang singkat yang mungkin menyebabkan asumsi yang salah tersebut di atas sebelum kita mulai mendiskusikan beberapa fakta yang, mungkin, menyebabkan isu-isu terkait tarif masuk ke Raja Ampat bisa sampai muncul ke permukaan. Mari disimak.
Bagi para pembaca yang sudah pernah berkunjung beberapa tahun lalu mungkin masih ingat bahwa tarif masuk ke Raja Ampat adalah Rp. 500.000 bagi warga negara indonesia (WNI), dan Rp. 1.000.000 bagi pengunjung internasional. Nominal tersebut ditarik sebelum diberlakukannya sebuah legislasi nasional, dan jumlah yang sama masih ditarik dari pengunjung selama periode transisi akibat pemberlakuan legislasi tersebut.
Lalu, setelah periode tersebut BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat menarik tarif masuk, atau TLPJL, sebesar Rp. 425.000 bagi pengunjung WNI dan Rp. 700.000 bagi pengunjung internasional.
Perubahan nominal TLPJL yang ditarik oleh BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat tersebut adalah satu dari beragam dampak yang ditimbulkan oleh pengesahan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang pada dasarnya mengalihkan kewenangan pengelolaan wilayah laut berikut aspek-aspeknya dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah provinsi. Singkatnya, pengelolaan wilayah laut mulai tahun 2014 berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi.
Pengesahan legislasi tersebut lalu segera ditindaklanjuti dengan sebuah periode transisi dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah provinsi – termasuk pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat berikut aspek-aspeknya: termasuk unit pengelola, perihal TLPJL, status kepegawaian, adaptasi beragam regulasi di tingkat kabupaten oleh pemerintah provinsi, dan seterusnya.
Sekarang, sebagai implikasi langsung dari pengesahan undang-undang pada tahun 2014 tersebut di atas, tarif masuk terkait kunjungan ke Raja Ampat ditarik oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat melalui BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat, dan juga oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat melalui sebuah unit pengelola yang berada di bawah Dinas Pariwisata.
Singkatnya, BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat menarik Rp. 425.000 bagi pengunjung WNI dan Rp. 700.000 bagi pengunjung internasional, sementara unit pengelola dari Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat menarik Rp. 75.000 bagi pengunjung WNI dan Rp. 300.000 bagi pengunjung internasional. Meskipun kedua tarif masuk memiliki tujuan yang berbeda, namun kedua tarif tersebut adalah resmi dan ditarik berdasarkan regulasi yang sah.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, TLPJL yang ditarik oleh BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat bertujuan untuk mengelola (melalui upaya-upaya konservasi, pelestarian, dan perlindungan) KKP Kepulauan Raja Ampat, sementara tarif masuk yang ditarik oleh Dinas Pariwisata bertujuan untuk mengelola aktivitas pariwisata berikut beragam aspek serta dampak yang timbul, dan mungkin timbul, di wilayah darat dari Kabupaten Raja Ampat.
Saat ini, pembaca yang budiman mungkin ada yang bertanya: Kenapa tarif-tarif masuk tersebut harus ditarik secara terpisah, setidaknya untuk sekarang? Hal ini dikarenakan jenis sistem keuangan pemerintahan yang berbeda, yang diterapkan oleh masing-masing pihak yang menarik tarif masuk tersebut.
BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat menerapkan sebuah sistem keuangan yang spesifik, mirip dengan sistem keuangan yang diterapkan oleh fasilitas-fasilitas publik lainnya yang dikelola pemerintah seperti rumah sakit, pusat pelatihan, dan seterusnya. Sementara unit pengelola di bawah Dinas Pariwisata Raja Ampat, setidaknya untuk sekarang, menerapkan sistem keuangan yang lazim diterapkan oleh dinas-dinas lainnya di lingkup pemerintah daerah.
Sistem keuangan yang berbeda tersebut diatur melalui beragam peraturan perundang-undangan di beragam tingkat pemerintahan yang berbeda juga. Hal tersebut menjadi semakin kompleks karena baik BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat maupun unit pengelola dari Dinas Pariwisata Raja Ampat berada di bawah, dan bekerja untuk, pemerintah daerah yang berbeda: Pemprov Papua Barat dan Pemkab Raja Ampat.
Meskipun demikian, Pemprov Papua Barat dan Pemkab Raja Ampat bersama-sama pemangku kepentingan sedang bekerja untuk ‘menuntaskan’ periode transisi sebagaimana dimaksud – yang juga mencakup tarif masuk dan semua isu terkait, dan memberikan solusi-solusi terbaik, khususnya bagi pengunjung. Ini adalah hal yang rumit, dan pastinya membutuhkan waktu untuk ‘mengintegrasikan’ beragam aspek pada beragam tingkat pemerintahan yang berbeda tersebut: namun ini dapat dilaksanakan.
Sementara terkait tarif masuk, TLPJL, yang ditarik oleh BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat, kami ingin menginformasikan bahwa tarif masuk ini masih berlaku dan sah berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Papua Barat No. 4 Tahun 2019 tentang Tarif Layanan Pemeliharaan Jasa Lingkungan Pada BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat. Tarif masuk yang ditarik oleh Dinas Pariwisata Raja Ampat juga berlaku dan sah berdasarkan legislasi di tingkat kabupaten.
Sebagai penutup artikel ini, BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat juga menyadari sepenuhnya bahwa isu terkait tarif masuk ke Raja Ampat ini mungkin ‘merepotkan’ bagi operator wisata dan/atau pengunjung, setidaknya untuk sekarang.
Namun, mohon diingat bahwa ‘kerepotan’ tersebut sebetulnya adalah bagian dari inisiatif-inisiatif yang dikembangkan baik oleh Pemprov Papua Barat maupun Pemkab Raja Ampat, yang kesemuanya murni bertujuan untuk secara berkelanjutan memulihkan, melestarikan, dan melindungi keindahan dan sumber daya alam hayati Raja Ampat yang unik dan berlimpah untuk sebesar-besarnya manfaat bagi para penggunanya, terutama masyarakat lokal di Raja Ampat.
Terima kasih banyak untuk semua dukungan dan pengertiannya yang baik, para pembaca yang budiman.
* Staf Data dan Informasi BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat