Mengembangkan Database Hiu Paus Kaimana! by Carla Kerstan
Mengembangkan Database Hiu Paus Kaimana!
Carla Kerstan
Tim kami baru saja kembali dari seminggu memantau hiu paus di Selat Bicari, Kaimana. Kunjungan ini cukup memuaskan, oleh karena kita berhasil menemukan seekor hiu paus yang belum termasuk database kami. Seperti semua paus dalam database kami, dan sebagian besar di lokasi agregasi hiu paus lainnya, paus baru ini berkelamin laki-laki. Berdasarkan ukuran tubuh yang sebesar 4.5m dan fakta bahwa paus ini tidak pernah terlihat sebelumnya kemungkinan besar paus ini baru saja muncul dari laut pedalaman.
Gambar. 1: Tambat di samping ‘bagan’ – struktur nelayan tradisional yang mincing ikan puri. Hiu paus sering memakan ikan puri sekitar bagannya.
Diperkirakan hiu paus muda menetap di perairan sangat dalam selama masih kecil, antara 60cm dan 3m, karena membuat mereka rentan terhadap predator. Sebagai filter feeder, mereka tak berdaya dan satu karakteristik dalam keunggulan mereka adalah ukurannya yang besar. Pada saat badannya cukup besar untuk menakut-nakuti predator potensial, mereka muncul dari kedalaman ke perairan dangkal untuk mencari makan yaitu ikan kecil, plankton dan vertebrata kecil lainnya.
Sangat sedikit yang diketahui tentang hiu paus, terutama tentang siklus reproduksi mereka. Kita tahu bahwa hiu paus adalah ovoviviparous, yang berarti anaknya diproduksi dengan sarana telur yang menetas di dalam tubuh induk, seperti dalam beberapa ular. Seekor betina yang berukuran sekitar 10m ditangkap di perairan Taiwan pada akhir 90-an. Ketika betina ini dibelah, ditemukan 300 juvenil di dalam tubuh pada tahap perkembangan berbeda beda. Beberapa masih dalam kulit telur mereka, yang lain baru menetas, dan beberapa sudah berukuran sampai 60cm, siap untuk dilahirkan. Peneliti memperkirakan karena betina Hiu Paus mempunyai siklus reproduksi sangat lambat dan hanya mencapai kematangan seksual setelah berumur 30 tahun, spesies telah berevolusi untuk memaksimalkan probabilitas kelangsungan hidup keturunannya dengan melahirkan bayi mereka secara bertahapan daripada sekaligus.
Selama kunjungan di Selat Bicari, kami mampu mengumpulkan beberapa sampel genetic. Salah satu dari paus yang baru serta dua dari hiu paus yang sudah dikenal. Kami mampu juga menandai paus baru dengan ‘SPLASH10’ tag satelit. Tag ini mengandung sensor pengukur kedalaman, suhu, tingkat cahaya dan periode kering/basah khusus untuk mengetahui masa keberadaan dipermukaan laut (surfacing). Meskipun data kedalaman dan suhu dapat diperoleh melalui satelit, data lengkap hanya dapat diperoleh dari tag langsung. Menemukan tag yang lepas sendiri dari hiu paus setelah waktu tertentu, cukup menantang. Meskipun diketahui keberadaan dari sinyal GPS pada saat lep[as dari pausnya, koordinat GPS tidak selalu 100% akurat. Selain itu, arus dan gelombang laut yang cepat bisa membawa tag, yang sulit terlihat (alat plastik yang hitam dan kecil, seukuran cangkir) jauh dari lokasi GPS yang terakhir tercatat. Ini bisa memakan waktu beberapa jam, apa lagi pada waktu cuaca buruk, yang bisa berarti bahwa tim tidak bisa berangkat sama sekali. Tim kami sangat berkomitmen dan bekerja keras dan selalu berusaha yang terbaik untuk mengambil tag ini.
Gambar. 2: Tag Satellite ‘SPLASH10’ menempel pada hiu paus.
Untuk sisa minggu kami terus memantau dan mulai mensosialisasikan program penelitian hiu paus dengan kommunitas setempat di desa-desa sekitarnya, untuk memberitahu mereka tentang status konservasi dan signifikansi hiu paus, dan pentingnya untuk melindungi mereka. Semua situs whale shark agregasi lain di seluruh dunia telah memberikan penduduk setempat dengan kesempatan untuk mengembangkan industri pariwisata. Dengan sebagian besar desa-desa pesisir di Papua Barat hidup di bawah garis kemiskinan, ekowisata sebagai usaha alternatif adalah cara yang sangat efektif untuk meningkatkan kesejahteraan lokal serta mendorong upaya konservasi yang kuat. Namun demikian, banyak pelatihan dan peningkatan kapasitas yang dibutuhkan untuk memberikan penduduk setempat dengan pengetahuan yang cukup untuk mengejar upaya tersebut, dan mendapatkan keuntungan dari itu. Meskipun semua pari dan hiu telah dilindungi seluru perairan Indonesia, banyak penduduk di kampung-kampung tidak diberitahu tentang undang-undang tersebut. Untungnya, hiu paus di Papua tidak terlalu diburu seperti di banyak daerah lain di dunia seperti Filipina. Ada beberapa pengecualian, tetapi dalam banyak kasus, penduduk setempat melihat hiu paus sebagai tanda positif, menghubungkan kehadirannya dengan kehadiran banyak ikan yang lebih kecil – tanda yang menjanjikan untuk pergi memancing. Mereka bahkan telah memberikan nama lokal: “Induk Ikan”.
Gambar. 3: Sosialisasi di Mai-Mai Village, tim menyajikan informasi tentang penelitian hiu paus.
Kami sangat senang tentang reaksi positif dari penduduk setempat terhadap program penelitian hiu paus kami, pemahaman mereka tentang pentingnya dan berharap bahwa informasi ini akan dibagi lebih lanjut ke masyarakat local sekitarnya, meningkatkan kesadaran dan pemahaman. Kami juga sangat senang dengan kedatangan konstan individu baru Hiu Paus di Selat Bicari, memperluas data populasi Hiu Paus Kaimana – terus menyediakan potensi besar untuk industri pariwisata hiu paus berkelanjutan. Menuju akhir tahun, kita akan menerima data set pertama yang dianalisis dari tag yang kami sudah diambil dan dapat mempelajari pergerakan ikan raksasa ini. Tentu saja kita mengantisipasi tagging terus menerus dan pengambilan sampel genetik selama bertahun-tahun ke depan untuk mengembangkan data yang komprehensif pada hiu paus dari Kaimana.
Calar Kerstan adalah seorang konsultan untuk Konservasi Internasional