Ikan Tenggiri Bermain di depan Kampung LOBO
Ikan Tenggiri Bermain di depan Kampung LOBO
“Konservasi bukan datang menggarap, tapi memelihara laut kita ini” Leo Siswata
Langit kelabu dengan satu dua titik air menerpa wajah ketika beberapa masyarakat dengan asik melemparkan nelon di bibir jembatan. Setiap sore menjelang, aktivitas berbeda mulai tampak disekitar pelabuhan di Kampung Lobo.
“Tidak perlu memancing jauh ke luar kampung lagi,” ujar Jeffri sambil menarik nelonnya yang terkait ikan tenggiri berukuran 18 cm ini sambil tersenyum. Beliau tidak sendirian, beberapa pemuda dan anak-anak kecil tertawa bersautan, tak kala mata kail disambar ikan besar yang berseliwiran dibawah jembatan. Bahkan, ada masyarakat yang mendapatkan ikan Tenggiri berukuran 200 cm dengan bobot 15 kg.
Jeffri, pemuda awal 30-an ini menceritakan. Lima tahun terakhir ini, ikan sangat jarang bermain didepan kampung. Jikapun ada, hanya ikan kecil saja. Untuk Mendapatkan ikan besar, masyarakat harus mendayung perahu semang atau kole-kole hingga keluar kolam Lobo. Jaraknya tidak dekat, hampir lima kilometer kearah Teluk Triton. Jelas membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih besar, bahkan tak jarang menggunakan perahu motor yang menghabiskan literan bahan bakar. Itupun memakan waktu yang tidak singkat. Namun, dalam kurun waktu satu tahun ini, banyak ikan tenggiri besar mulai bermain disekitar depan kampung. Ada juga nauti, mubara, ikan merah dan lainnya. Sejak adanya Daerah Tabungan Ikan (DTI), masyarakat sudah mulai merasakan manfaatnya. Ini salah satunya. Tidak perlu turun nelon jauh lagi, cukup didepan kampung saja, ikan-ikan besar sudah menyambar.
Tahun 2007, Conservation International memulai memperkenalkan konsep pengaturan wilayah perairan ke Kampung Lobo di Teluk Triton. Pada awalnya, banyak masyarakat yang tidak setuju dan menolak kehadiran lembaga ini. Masyarakat merasa khawatir, ruang gerak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dari sumberdaya laut akan terbatasi. Maklum saja, laut masih dijadikan sebagai sumber kehidupan. Namun, dengan berbagai pendekatan dan penyampaian konsep Kawasan Konservasi, beberapa masyarakat dapat menerima dan turut mendorong program konservasi di Teluk Triton.
Salah satu persyaratan pengelolaan kawasan konservasi adalah zona inti. Melingkupi persentasi 30 persen dari keseluran zona konservasi yang dikonsepkan. Teluk Triton merupakan lokasi yang penting bagi perikanan di kaimana. Didalamnya terdapat ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang serta potensi daerah peneluran ikan (SPAG). Namun, terdapat ancaman penurunan ukuran dan jumlah tangkapan ikan. Hal ini mengindikasikan terjadinya penangkapan ikan berlebih di Teluk Triton. Dari hasil beberapa metode penggalian data, diperoleh informasi terjadinya penurunan jumlah tangkapan ikan, ukuran ikan, lokasi mencari yang semakin jauh, dan waktu menangkap ikan yang semakin lama. Adanya pergeseran perubahan penggunaan alat tangkap menjadi alasannya.
Sekitar 10 tahun yang lalu, masyarakat kampung terbiasa menggunakan alat tangkap kalawai (tombak) dan pancing nelon, kemudian mereka mulai beralih menggunakan jaring, yang diindikasi penyebab penurunan jumlah tangkapan ikan. Selain itu, bagan dan kapal penangkapan ikan, trawl dan pencurian ikan oleh nelayan dari luar Teluk Triton ikut menyumbang penurunan sumberdaya perairan di kawasan ini.
Untuk mengurangi tingkat ancaman, CI beserta mitranya Rare, Pemda dan masyarakat membentuk Daerah Tabungan Ikan (DTI) di wilayah Teluk Triton. Proses pembentukan melibatkan secara penuh masyarakat yang mendiami kawasan ini. Pada tanggal 17 Juni 2011, dilakukan Deklarasi Adat empat kampung di Teluk Triton, yakni Kampung Lobo, Kamaka, Warika dan Saria. Disepakati empat wilayah zona inti atau DTI seluas 2.345 Ha, menempati empat lokasi yakni, Owasanambi, Tanjung Enau, Reef Sianumba dan Gala-gala.
Terlihatnya kembali, beberapa jenis ikan di daerah Teluk Triton mengindikasikan DTI yang dibangun cukup berhasil. Menurut penjelasan Kepala Kampung Lobo Leo Siswata, sudah lama ikan-ikan besar tidak terlihat bermain didepan kampung Lobo. Tahun 70an, puri masih banyak di pantai. Namun, tahun 74an banyak nelayan luar mulai datang mencari di Teluk Triton, serta membangun bagan ikan puri. Ketika ikan puri habis, selanjutnya ikan-ikan besar jarang masuk ke kampung lagi. Puncaknya pada tahun 90an, ikan sangat susah ditemukan didepan kampung Lobo. Mencari harus keluar kampung. Sejak adanya DTI, ikan-ikan besar mulai bermain kembali di depan kampung, seperti tenggiri, mubara,nauti, merah-merah dan lainnya. Kami berfikir manfaatnya sudah mulai tampak. “Masyarakat Lobo penuh sesak memancing di dermaga sekarang, sampai tidak ada ruang kosong lagi. Masyarakat sudah mulai merasakan manfaatny. Meskipun, masih terdapat beberapa masyarakat yang menjaring di DTI, namun dengan adanya manfaat yang tampak jelas ini, perubahan pemahaman bukan hal yang tidak mungkin. “Andai kata semua masyarakat menerima dan memahami baik untuk masa depan konservasi ini,” tutup beliau.