Follow Us!

Enam Bulan di Fakfak: Apa Saja yang Telah Kami Lakukan? Oleh: Anastasia Ramalo

Enam Bulan di Fakfak: Apa Saja yang Telah Kami Lakukan?

Oleh: Anastasia Ramalo

 

Setelah Raja Ampat dan Kaimana, kini CI Indonesia memperluas kinerja konservasi di Bentang Laut Kepala Burung hingga ke Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Fakfak juga merupakan wilayah dengan potensi perikanan yang tinggi, seperti ikan kerapu, kakap, pelagis, kepiting bakau, dan telur ikan terbang. Selain itu, Fakfak juga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Tempat ini merupakan rumah bagi lebih dari seribu spesies ikan karang dan 450 spesies karang. Namun, kekayaan ini terancam oleh penangkapan ikan yang berlebihan, ilegal, dan tidak teregulasi (IUU fishing).

Untuk menjawab isu-isu ini, sebagai mitra pelaksana proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA), kami berusaha mendukung pembangunan 350.000 hektare kawasan konservasi perairan (marine protected areas atau MPA) di Fakfak dan meningkatkan efektivitas pengelolaannya untuk mencapai level hijau berdasarkan EKKP3K. Level hijau merujuk kepada pengelolaan MPA minimum yang terdiri dari rencana zonasi dan pengelolaan, badan pengelolaan kawasan konservasi perairan, dan Prosedur Beroperasi Standar (SOP) pengelola.

Upaya CI di Fakfak yang didukung oleh USAID-SEA telah berjalan sejak November 2017. Sejak saat itu, sejumlah aktivitas telah dilaksanakan dengan bekerjasama dengan pemerintah lokal. Proyek ini menindaklanjuti upaya CI dalam memfasilitasi inisiatif Pemerintah Fakfak untuk membangun kawasan konservasi perairan di wilayah mereka. Setelah mempertimbangkan hasil rekomendasi penelitian CI, serangkaian pertemuan masyarakat, sosialisasi, serta deklarasi adat sebagai bentuk dukungan masyarakat pada inisiatif MPA, Gubernur telah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Papua Barat No. 523/2017 tentang penetapan pencadangan 350.000 ha untuk kawasan konservasi perairan di Fakfak.

Foto bersama setelah Deklarasi Adat KKPD Teluk Nusalasi Van den Bosch dan Teluk Berau, 20-22 November 2016. Kami mengajak masyarakat juga turut serta dalam kegiatan-kegiatan kami, sebab hidup mereka bergantung langsung pada alam.

Aktivitas Konservasi di Fakfak

Proyek ini dimulai dengan pengenalan mengenai kawasan konservasi perairan dan pendekatan-pendekatan konservasi melalui berbagai acara penyadartahuan untuk masyarakat. Sebanyak 550 masyarakat Fakfak menghadiri acara-acara ini, membuktikan kekhawatiran mereka terhadap ancaman yang dialami oleh laut dan antusiasme untuk melindungnya. Pemimpin-pemimpin di Fakfak dan masyarakatnya juga telah menerima dan mendukung pembentukan kawasan konservasi perairan di wilayah mereka.

Pendidikan tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar ruangan. Dalam aktivitas Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), siswa-siswi sekolah dasar diajak untuk memahami pentingnya alam. Setiap murid diminta untuk menyebutkan nama, kelas, dan hewan laut favorit mereka.

Kepala Pengelolaan Ruang Laut Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Papua Barat, Bastian Wanma, menekankan pentingnya aktivitas sosialisasi kawasan konservasi perairan. “Pemerintah membutuhkan mitra, yaitu CI sebagai mitra pelaksana USAID-SEA, untuk berkoordinasi, bekerja sama, dan saling melengkapi. Sebagai mitra pemerintah, kami berharap USAID-SEA akan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proyek ini yang didukung oleh pengalaman bertahun-tahun CI dalam melestarikan Raja Ampat, ”katanya.

Tidak hanya masyarakat lokal, pemerintah juga merupakan bagian penting untuk mendukung kawasan konservasi di Fakfak, karena mereka adalah orang yang akan menjalankan badan pengelola dan melakukan penegakan hukum. Dalam hal ini, kami telah memberikan bantuan teknis kepada Kabupaten Fakfak dan Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk peresmian kawasan konservasi perairan di Fakfak. Melalui kegiatan ini, kami membantu meningkatkan pengetahuan pemerintah dan membangun kapasitas layanan perikanan lokal.

Pada awal tahun 2018, sebagai bagian dari proses pembangunan MPA, kami bekerjasama dengan masyarakat. Sebuah Pelatihan Perikanan Berkelanjutan pun diadakan dan dihadiri oleh 51 peserta yang terdiri dari 39 staf Pemerintah Kabupaten Fakfak dan 12 orang nelayan. Dari pre dan post-test yang diadakan untuk mengukur peningkatan pemahaman peserta, kami menemukan bahwa ada peningkatan nilai rata-rata yang menandakan bahwa peserta memperoleh pengetahuan baru selama pelatihan.

Kami menggunakan alat bantu agar sesi pelatihan menjadi lebih interaktif. Setiap peserta diberi gambar organisme laut dan tali untuk mewakili interaksi di antara mereka. Dari simulasi ini, peserta dapat memahami kompleksitas jaringan makanan laut dan bagaimana kehilangan satu atau lebih organisme dapat mempengaruhi komunitas secara keseluruhan.

Masyarakat menerima dengan baik aktivitas-aktivitas ini. Anwar Yorre, seorang nelayan di Kampung Malakuli, misalnya, menunjukkan antusiasmenya di dalam diskusi ini. “Jika kawasan konservasi lokal sudah berjalan, kami mewakili masyarakat siap untuk membantu patroli pulau setiap minggunya. Namun, kami perlu mendiskusikan mengenai penegakkan hukum agar masyarakat memahami rencana pengelolaan kelautan dan perikanan yang berjangka panjang.”

Aktivitas pelibatan masyarakat lainnya adalah pertemuan dan konsultasi dengan komunitas di mana masyarakat sendiri mengajukan 60.000 hektar daerah larangan tangkap (no-take zones) untuk dimasukkan di dalam kawasan konservasi perairan. Sekitar 250 warga desa menghadiri pertemuan dan konsultasi masyarakat, sebuah bukti komitmen dan dukungan mereka untuk membentuk daerah larangan tangkap di dalam wilayah perikanan mereka. Aktivitas pelibatan masyarakat yang terakhir adalah lokakarya tenaga ahli yang berhasil memproduksi 12 peta tematik, termasuk 4 peta daerah larangan tangkap. Peta-peta ini berguna dalam proses pembentukan kawasan konservasi perairan.

Foto bersama pasca kegiatan dengan penduduk Kampung Antalisa dan perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Papua Barat. Kampung Antalisa adalah salah satu dari beberapa desa yang dikunjungi untuk kegiatan sosialisasi di mana warga sangat antusias dengan gagasan mengembangkan KKPD yang akan menguntungkan mereka dalam jangka panjang.

Apa Selanjutnya?

Ringkasnya, dalam enam bulan saja, Proyek USAID-SEA di Fakfak telah menghasilkan satu peraturan pemerintah tentang inisiasi kawasan konservasi perairan, dua deklarasi masyarakat untuk melindungi alam, dan dana sebesar Rp 160 juta yang dikucurkan oleh Pemerintah Fakfak sebagai investasi publik dalam program konservasi. Meski demikian, masih ada banyak tugas yang harus dilakukan hingga akhir proyek pada bulan September 2019.

Untuk melengkapi aktivitas-aktivitas sebelumnya, sebuah survei biofisika dan sosio-ekonomi baru saja dilakukan untuk memperbaharui hasil survei pada tahun 2006. Kami telah menemukan paling tidak sembilan spesies yang kemungkinan baru di Fakfak dalam survei ini, di samping berbagai obyek pariwisata yang potensial. Pertemuan dengan masyarakat, konsultasi publik, serta berbagai lokakarya juga akan terus dilaksanakan sebagai bagian integral dari proyek ini demi pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan oleh masyarakat lokal.

Anastasia Ramalo adalah Petugas Komunikasi Senior untuk CI Indonesia-Program Fak-Fak


About the Author