Menekan Pelanggaran Hukum Laut di Raja Ampat Lewat Hukum Adat by Wida Sulistyaningrum
Menekan Pelanggaran Hukum Laut di Raja Ampat Lewat Hukum Adat
text by Wida Sulistyaningrum
photos by Shawn Heinrichs
Sepanjang tahun 2010 – January 2015 terdapat 29 kasus pelanggaran laut berat, mulai dari kapal pengebom, kapal penangkap sirip hiu dan penyu, kapal ilegal dari luar negeri yang tertangkap di Raja Ampat. Sayangnya, hanya 8 kasus yang diproses sampai mendapatkan hukuman, sedangkan 21 lainnya tidak diproses atau divonis. Ini berarti hanya 27 % saja kasus pelanggaran hukum yang diproses. Hukuman yang diberikan juga relatif ringan yaitu 1 – 20 bulan kurungan penjara dan denda tidak lebih dari 200 juta. Sulitnya proses pembuktian dan biaya yang mahal menjadi alasan utama pelanggaran hukum tidak bisa ditindak sampai ke pengadilan. Hal ini sangat mempengaruhi semangat masyarakat Raja Ampat yang selama ini berkomitmen untuk menjaga alam mereka. Banyak keluhan muncul dari masyarakat yang melihat makin maraknya pelanggaran peraturan laut di Raja Ampat.
Selain 29 kasus pelanggaran hukum laut yang tercatat di Raja Ampat sebenarnya masih banyak kasus lain yang tidak tercatat. Banyak cerita berkembang dimasyarakat dimana mereka menangkap kapal-kapal besar yang mencoba mengambil sumber daya laut mereka dan menghukumnya. Misalnya saja, merampas alat tangkap dan kapal, hukuman fisik dan denda uang yang sangat besar (JIKA ADA CONTOH KASUS NYATA LEBIH BAGUS). Peran tokoh Adat sangat terasa dalam menentukan hukuman bagi pelaku. Hukuman yang diberikan oleh masyarakat biasanya justru lebih kejam dan memberi efek jera kepada para pelanggar hukum. Yayasan Nazareth, sebuah LSM Lokal di Raja Ampat bekerjasama dengan Universitas Cendrawasih dan CI telah berhasil mendokumentasikan penggunaan hukum adat oleh masyarakat Papua untuk menangani kasus pelanggaran di wilayah mereka. Tim ini juga telah menyusun sebuah kerangka akademik mengenai aturan-aturan Indonesia yang mengakomodir keterlibatan masyarakat dalam perlindungan sumberdaya alamnya. Secara paralel, tim juga melakukan serangkaian konsultasi dengan masyarakat Adat di seluruh Raja Ampat mengenai penggunaan hukum adat dalam menindak kasus pelanggaran di laut.
Antusiasme yang tinggi terasa dalam setiap proses konsultasi yang dilakukan. Pemda Raja Ampat sendiri juga mendukung iniatif yang saat ini dijalankan. Pada 15 Maret 2015 lalu, draft Peraturan Adat ini telah di konsultasikan dengan Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh masyarakat, Pemuda dan Tokoh Perempuan dari seluruh Raja Ampat. Banyak pihak berharap peraturan ini bisa segera dirampungkan dan semakin memperkuat proses penegakan di Raja Ampat.